Islam di Nusantara muncul mulai dari lingkungan kerajaan (kraton) hal ini sangat wajar karena para wali dahulu memang kebanyakan keturunan raja . Seperti halnya agama Hindhu, Budha yang juga agama berkembang di lingkunagn kerajaan berbeda dengan manyarakat karena mereka adalah penganut agama Kapitayan yang diindentifikasi oleh orang Barat sebagai Dinamisme Ananisme. Memang orang Barat sok tahu tentang kita. Ironis sekali kalau klasifikasi karena pemahaman mereka pun diadopsi oleh pendidikan kita, ibarat bukan belajar dari sumbernya . Dakwah Walisongo terutama Mbah Sunan Kalijaga yang bermula dari kraton akhirnya dilebarkan ke manyarakat yang notabane penganut agama kapitayan.
Banyak perubahan setelah Islam di sebarkan pada lingkungan manyarakat. Sebelum Sunan Kalijaga kesenian yang dulu berkembang dan hanya dinikmati lingkungan kerajaan, sejak Kanjeng Sunan, mulai berkembang dan bisa dinikmati oleh masyarakat. Oleh sebab itu bermunculan kesenian seperti wayang, tembang mocopat, tembang dolanan atau permainan anak-anak. Salah satunya yang masih terlaksanan sampai sekarang adalah Besaran atau Grebeg Besar di bulan besar atau bulan Dzulhijah dalam kalender Islam.
Bulan besar dalam penanggalan jawa adalah bulan ke duabelas, bulan terakhir, pada bulan besar ada momen hari raya (ari royo) idhul ad’ha. Pada bulan Besar inilah Sunan Kalijaga melakukan transisi besar-besaran salah satunya adalah wayang yang dimasukan lakon tentang syariat Islam, salah satu menceritakan tentang Puntodewa yang mau kembali ke kayangan ditolak oleh langit karena telah lupa dan ketinggalan salah satu jimatnya, memang puntodewa terkenal mempunyai banyak jimat dalam cerita tersebut puntodewa curhat kepada Sunan Kalijaga kalau dirinya ditolak kembali ke kayangan, Sunan Kalijaga pun menjawab kalau jimat itu ada pada dirinya yang dikenal sampai sekarang dengan jimat kalimahsada, dengan jimat tersebut akhirnya Puntodewa bisa kembali ke kayangan setelah melaksanakan tugasnya di bumi.
Mendengan cerita wayang tersebut masyarakat yang notabene penganut kapitayan merasa ada yang kurang dengan spiritualnya akhirnya dari manyarakat banyak yang berbondong untuk belajar Islam. Agama Kapitayan adalah agama masyarakat yang mirip dengan Islam karena menyembah Sang Hyang Tawa (Yang Maha Kosong) Ibadahnya juga mirip Islam dan banyak filosofi yang mirip dengan Islam seperti “Tan Keno KinoyoNgopo, Sangkan Paraning Dhumadi”.
Selah satu momen Bulan Besar adalah memotong hewan korban ini juga di jadikan momen dakwah Sunan Kalijaga, banyak masyarakat kita kalau orang memotong hewan identik dengan pesta, perayaan, berkumpul ini menjadikan momen gayeng berdakwah oleh Sunan Kalijaga, maka semaraklah kehidupan masyarakat yang dulu hanya bisa di nikmati lingkungan keraton.
Banyak hal yang perlu ditelisik kenapa di bulan Besar banyak orang mantu, tentu ini bagian dari semaraknya bulan Besar. Semua bulan dan hari adalah baik tetapi orang Jawa pada masa itu adalah makhluk semi rohani tentulah setiap langkahnya beririsan dengan tauhid. Di bulan besar ini ada peristiwa Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Ismail yaitu Qurban , dan orang dahulu memprasangkai momen tersebut.
Di dalam berkeluarga ada pengharapan memiliki rumah tangga sakinah mawwaddah, warrohmah , kalau suami mempunyai ketaatan seperti Nabi Ibrahim, si wanita (Istri) mempunyai keteguhan seperti Siti Hajar, Kalau punya anak mempunyai kepatuhan seperti Nabi Ismail.
Nb: Tulisan di atas adalah tulisan tanpa ilmu hanya bermodal prasangka
|
Kang Mamo
Bergerak di jasa transportasi darat |