Saya sangat iri dengan mereka yang masih melestarikan budaya dari leluhurnya,leluhur berasal dari kata luhur yg bermakna kebaikan yg sangat tinggi derajatnya. Mereka menjadi leluhur bukan hanya karena faktor mereka lebih tua dan lebih dulu ada daripada kita, tetapi juga karena cara hidup mereka yang sangat luhur yang kita kenal dengan nama kebudayaan, adat istiadat atau tradisi.
Sedekah bumi adalah satu masterpiece warisan dari leluhur yang sangat menarik untuk dikaji,di sini konsep sedekah bumi dimaknai sebagai berbagi cinta dengan bumi dan semua makhluk yang ada di dalamnya, baik itu bangsa tumbuhan, binatang, dan makhluk halus dari derajat bawah sampai atas tidak ada yang dibeda-bedakan, para leluhur kita dulu mempunyai kesadaran hamemayu hayuning bawana yang berarti kesadaran yang mempersembahkan laku hidupnya untuk menjaga, melindungi, dan mengharmonikan jagad, di dalam agama Islam konsep ini dikenal sebagai manusia yang berderajat khalifah, dan laku sedekah bumi ini juga tercatat dalam Alquran di masa manusia awal, yaitu dalam peristiwa perintah Nabi Adam kepada anaknya Habil dan Qobil untuk mempersembahkan sedekah terbaik mereka.
Cara bersyukur yang paling indah adalah dengan berbagi.
Ungkapan ini ternyata dipahami leluhur sebagai laku, meskipun generasi sekarang banyak yang tidak memahami dan malah menghukumi mereka adalah musyrik. Rame ing gawe sepi ing pamrih begitulah laku indah dari sang leluhur, persembahan laku tanpa banyak
riuh kata.
Leluhur tidak memuja jin dengan bunga, asap dupa, dan kemenyan, semua itu hanya sarana untuk berbagi cinta dan menghormati keberadaan saudara tua mereka yang sama-sama hidup di bumi yang sama, dan jika leluhur hidup di pinggir laut mereka pun mempersembahkan sedekah untuk ikan-ikan di lautan dan semua makhluk yang mendiami lautan, bandingkan dengan kesadaran kapitalis orang modern sekarang yang hanya mau mengambil keuntungan saja tanpa ada kesadaran untuk memberi dan berbagi. Jadi jangan kau hukumi itu sebagai kegiatan yang sia-sia dan mubadzir. Itu adalah laku indah merawat, menjaga, dan melindungi kehidupan dengan jalan welas asih. Konsep manusia sebagai khalifah tidak dipahami para leluhur dengan jalan penguasaan dan pertarungan, seperti yang diajarkan aksara jawa, bahwa semua aksara hidup jika dipangku akan menjadi aksara mati, begitulah cara leluhur menaklukan jagad bukan dengan jalan perang tapi dengan jalan memangku dan melayani kehidupan, hasilnya terwujudnya keselarasan antara manusia dengan alam dan semua makhluk yg mendiaminya yang menyebabkan kehidupan manusia menjadi tentram dan selamat. Jadi jangan kau kuliahi para leluhurmu dengan materi peduli bumi dan lingkungan hidup. Mereka sudah khatam bab itu karena sudah diterjemahkan dalam bahasa laku, spirit mereka adalah spirit yang bukan merusak tetapi melindungi kehidupan .
Kini di zaman mileniall sungguh aneh jika ada manusia dengan dalih pemurnian agama mengusik dan mengusir penerus leluhur yang berusaha mestarikan tradisi welas asih dari leluhurnya.
Apakah dalam ajaran agamamu tidak diajarkan ajaran welas asih temanku...?
Dan juga apakah tidak juga diajarkan ajaran akhlaq kepada orang tua dan para pendahulumu..?
Kalau saya sih diajarkan sejak saya madrasah diniyyah dulu.
Mungkin pertanyaan ini akan tetap menjadi gaung kata tanpa pernah menjadi suara kepadamu ...teman.
Karena seperti bang Ebit G Ade akan lebih aman saja jika pertanyaan ini kutanyakan saja pada rumput yang bergoyang.
Salam damai dan semoga tercerahkan.
|
Kang Riyan
Bakul madu, DS. Lempuyang
Wonosalam Demak
|