|
Mesin Panen Padi Kombi |
Istri saya dalam sebuah obrolan di suatu pagi mengungkapkan begini. "Pak saya tidak sekarang berada di lingkungan yang seramai ini. Seratus meter di depan dari rumah kita ada pom bensin, seratus meter ke belakang ada pabrik, lima puluh meter adalah jalan pantura."
Tempat itu adalah tempat yang sama, tempat yang ia tinggali sejak kecil. Kemudian ia membandingkan tempat itu dengan 30 tahun yang lalu saat dia masih kecil. Kanan-kiri rumah masih kebon yang ditumbuhi pohon-pohon besar, Ia dan teman-temannya masih sering mandi di sungai. Sekarang sungai dihuni lumpur. Dulu istri saya sekolah TK di sebrang jalan dan berani menyebrang bersama teman-temannya karena jalan masih sepi dan tidak lebar. Sekarang, jangankan anak-anak, orang dewasa saja harus ekstra hati-hati.
Tapi itulah perubahan yang tidak mengkin kita hindari. Suasana yang dulu mungkin kita impikan. Dulu kita mengutuk lingkungan yang udik, gelap saat malam hari, becek jalannya, sepi menyanyat saat gerimis hanya ada suara serangga. Kita mendambakan listrik masuk desa, jalan mulus dan itu sudah terjadi. Bahkan sekarang ada toko-toko mederen, warung-warung. Hal yang dulu kita bagi-bagikan kepada tetangga sekarang ini kita jual.
Ada ungkapan "Kelingan lamun kelangan", ingat di saat kita sedah kehilangan. Kemudian kita kangen suasana seperti dulu. Tidak hanya lingkungan alamnya tetapi juga wujud sesarawungannya. Untuk mendirikan sebuah rumah, dulu orang kampung bisa sehari jadi dibangun dengan model "sambatan", kita bergerak saat tetangga kita sambat, meminta bantuan kita.
Orang-orang pergi ke kota. Mencari makan di sana. Kampung menjadi sepi. Susah untuk mencari tenaga di sawah. Maka mesin kombi masuk, mesin untuk memanen. Dulu orang panen dengan sistem derep, bergantian memanen milik tetangga. Tidak dibayar, hanya membagi sebagian hasil panen.
Ketika yang kita impikan datang kita rundu pada suasana saat kita berangkat.(Red)