Ada diantara teman dan saudara muslim saya yang sangat islami bercita-cita ingin mengganti ideologi pancasila di indonesia dengan paham ideologi khilafah, dan saya sadari ternyata banyak juga penganut paham khilafah di indonesia yang dulu dipopulerkan oleh ormas HTI yang sekarang ormasnya resmi dilarang oleh pemerintah,karena itulah saya tergelitik untuk belajar sejarah islam tentang Khilafah dan menggali kembali nilai-nilai tentang definisi makna khilafah yang sebenarnya.
Sayapun membuka lagi lembaran sejarah islam dan mendapat kenyataan pahit, ternyata sejak jaman sahabat nabi, sistem negara khilafah selalu diwarnai oleh darah dan perang, benih itu sudah mulai muncul dengan dibunuhnya Sayyidina Umar dan Sayyidina Usman dan mencapai klimaksnya pada Perang Siffin, perang antara sayyidina Ali dan Sahabat Muawiyyah, ini adalah kenyataan menyakitkan dalam sejarah islam, mengapa timbul pertentangan di antara para sahabat sepeninggal wafatnya Kanjeng Nabi sampai terjadi pertumpahan darah, bukankah mereka disebut sebagai generasi terbaik.
Ketika Kanjeng Nabi masih hidup beliau sebenarnya sudah mulai menanam benih tentang ketatanegaraan melalui Konsep Masyakat Madani, yaitu sebuah penanaman nilai nilai luhur, budi pekerti dan persaudaraan Kemanusiaan untuk mewujudkan sebuah tatanan masyakat yang sejahtera dan madani (beradab) yang penuh rahmat. Inilah menurut saya cikal bakal terwujudnya sebuah negara dengan sistem khilafah yang sebenarnya, tetapi seiring dengan berjalannya waktu karena terkotori oleh ambisi dan kepentingan kekuasaan, konsep ini pun memadat dan menjadi sistem khilafah yang kini kita kenal dalam sejarah islam yang kelabu.
Di Nusantara sendiri Konsep khilafah juga diadopsi oleh kerajaan-kerajaan islam, saya ambil contohnya di Kerajaan Demak, Khilafah diadopsi menjadi Kasultanan, meski begitu akar budaya dan tradisi Nusantara tetap mewarnai bentuk maupun sistem pemerintahan dari Kasultanan dan sejarahpun berulang, karena ambisi dan nafsu kekuasaan sejarah Kasultanan Demakpun banyak diwarnai oleh perebutan kekuasaan dan perang saudara, bibit itu muncul sejak dibunuhnya Pangeran sekar sedo lepen dan mencapai klimaksnya pada perseteruan Arya Penangsang dan Sultan hadiwijaya, bahkan saat itu Dewan Walisongo yaitu dewan penasihat Raja pun pecah dalam dua kubu, yang kita kenal dalam sejarah sebagai golongan putihan dan Abangan. Golongan putihan adalah Dewan muda penerus dewan walisongo yang progresif dan memiliki ambisi yang bergejolak untuk memurnikan syariat islam dari budaya pribumi dan punya kepentingan sangat besar dalam kekuasaan, peristiwa diserangnya keraton majapahit oleh tentara Demak sampai membuat Sang Raja Majapahit beserta keluarganya mengungsi ke gunung lawu adalah prakarsa dari golongan putihan dan hal ini sangat disayangkan oleh Sunan Ampel, sang sesepuh Walisongo, wajar beliau bersedih karena perkembangan islam di Nusantara adalah karena buah kemurahan Hati dari Sang Raja Majapahit,
Saat itu hanya satu sunan dari golongan Abangan yang tercatat dalam sejarah bergerak dengan langkah cepat kreatif yang berhasil menjadi mediasi perseteruan Demak dan Majapahit, beliau dikenal dengan nama Sunan Kalijaga yang berhasil menenangkan hati Sang Raja dengan tidak membalas serangan dari Demak dan kisah ini banyak di abadikan dalam serat dan babad jawa, saat itu majapahit masihlah Kerajaan Imperium yang memiliki banyak Negara bawahan, kerajaan Bali, Kerajaan Lombok, Kerajaan Sulawesi, Kerajaan Madura dan banyak lainnya pasti tidak akan tinggal diam melihat majapahit diserang dan mudah saja menghancurkan kerajaan Demak jika Sang Prabu berkenan, tetapi beliau legawa berkat ketulusan Sang Sunan Kali memohon agar jangan sampai terjadi pertumpahan darah di kalangan rakyatnya sendiri dan Sang Sunan Kali juga berjanji kepada Sang Raja untuk menyelamatkan anak turunnya yang berjumlah seratus lebih dan menjadikannya adipati yang tersebar di kawasan Nusantara sampai ke Asia Tenggara seperti Malaysia, Brunei dan Singapura. Beliau adalah Sang Sunan Kalijaga yang selalu mengawal pergantian era kerajaaan dari kasultanan Demak sampai Kasultan Pajang yang dikenal piawai dalam menjalin hubungan dengan golongan darah biru istana dan golongan Akar rumput Rakyat jelata, beliau melakukan tapa kelana dengan mengembara ke seluruh pelosok Nusantara dan menyampaikan benih benih kesadaran kepada rakyat dan masyarakat yang ditemuinya dengan kerja kerasnyalah nilai nilai luhur budaya nusantara dapat menyatu dengan Nilai nilai Ajaran Islam dari Kanjeng Nabi.
Setelah menengok sekilas tentang sejarah Khilafah Islam maka pemikiran selanjutnya adalah menggali sebuah makna dan nilai tentang Khilafah, untuk menemukan makna dari Khilafah maka kita harus memahami dulu makna Khalifah. Di dalam Alqur'an Tuhan berfirman jika keberadaan manusia di bumi ini kedudukannya sebagai khalifah dan Ahsanu takwim yaitu sebaik baik ciptaan. Khalifah secara umum bisa dimaknai dengan pemimpin atau penguasa, sekarang yang menjadi persoalan apa definisi yang tepat untuk makna Pemimpin atau Penguasa, karena ketika makna ini salah di definisikan dan ditafsirkan maka sejarah islam yang saya ulas tadi akan berulang.
Saya adalah pecinta budaya dan saya sangat bangga dengan budaya leluhur yang sangat tinggi peradaban dan estetika filsafatnya, Sayapun menemukan definisi yang tepat tentang makna Khalifah/Pemimpin /Penguasa dalam khasanah pengetahuan luhur jawa. Dalam Filsafat Jawa Pemimpin adalah Simbol Penganyom/melindungi/mangku yang melayani bukan simbol Penguasa yang menaklukan, karena itu dalam menjalani hidupnya orientasi manusia Jawa adalah untuk Hamemayu Hayuning Bawono yang dalam Islam dikenal dengan konsep Rohmatal lil a'lamin, karena dilahirkan dalam latar belakang geografis yang kondisi tanah dan alamnya seperti surga yang sangat tercukupi dan melimpah bahan pangannya membuat kondisi batin manusia jawa menjadi sumeleh dan tentram menjalani hidup, suasana hidup yang demikian menyebabkan manusia Jawa gemar prihatin dan melakukan tirakat untuk mengolah rasa untuk menemukan kesadaran yang menuntunnya pada keselarasan dan keharmonisan hidup, mereka menyebut kesadaran ini dengan nama "Rasa Sejati" dalam pewayangan lakon Bimasuci yaitu kisah perjalanan Bimasena Sang Penegak Pandawa menemukan jati dirinya, kesadaran Rasa Sejati ini disebut sebagai perwujudan tajalli Tuhan yang mempribadi dalam diri setiap manusia yang dalam pewayangan disebut sebagai "Dewa Ruci", dengan kesadaran inilah lahir nilai-nilai dan filsafat luhur, ajaran tentang budi pekerti dan kebudayaan yang adiluhung.
Manusia Jawa memang tidak memiliki kitab suci tertulis, tetapi mereka memiliki kitab tanpa tulis dalam diri mereka dan alam semesta, dalam Alqur'an sendiri menyebutkan bahwa ada Ayat Tuhan yang tersurat dan Ayat tuhan yang tersirat yaitu Alam Semesta dan diri manusia. Pengetahuan tentang semesta dan diri oleh orang Jawa dituangkan dalam simbol dan pakem identitas kehidupan mereka mulai dari uborampe selametan,baju adat , senjata keris ,ritual kelahiran sampai kematian,dsb.
Semua filsafat dan pengetahuan luhur jawa yang lahir dari rasa sejati berbasis pada Cinta dan rasa Welas Asih. Ritual selametan dan sedekah bumi misalnya adalah laku bersyukur bagi manusia jawa dengan cara berbagi kepada sesama dan semesta, bahkan laku welas asihnya melintas dimensi ,karena mereka paham jika manusia tidak sendirian di alam semesta ini dan banyak dari saudara kita yang kurang memahami persoalan dan melabeli manusia Jawa dengan bahasa agama "musyrik dan Kafir", ketika mereka melihat pohon beringin yang disakralkan dan diberi sesaji serta kain putih yang dilingkarkan di batangnya, sebenarnya itu hanya sebuah cara dari kearifan lokal untuk menjaga kelangsungan hidup dan kelestarian dari pohon beringin dari tangan tangan yang merusak. Pohon beringin akarnya menjalar sampai 200 meter berfungsi menjaga kelembapan tanah dan menyimpan air serta daun daunnya yang rimbun berfungsi memurnikan udara dan juga ada jutaan hewan kecil yang hidupnya bergantung pada kelangsungan hidup pohon beringin, begitu pentingnya pohon ini untuk ekosistem alam dan manusia. Demikian juga terhadap saudara tua mereka bangsa jin, mereka tidak menyembah dan memuja jin dengan asap kemenyan dan sesaji, itu hanyalah cara manusia jawa berbagi cinta dalam laku welas asih lintas dimensi. Hutan adat atau Hutan larangan misalnya adalah kawasan hutan yang dijaga ekosistemnya dengan peraturan adat yang ketat untuk penjaga keseimbangan alam dan tempat yang disediakan untuk rumah saudara tua mereka, dapatkah kesadaran manusia kapitalis modern memahami hal ini. Manusia Jawa lebih mementingkan laku daripada sekedar teori dan riuh kata, sepi ing pamrih rame ing gawe adalah filosofi hidup mereka dalam aksara Jawa juga diajarkan jika semua aksara hidup yang dipangku akan menjadi aksara mati ini mengandung filosofi yang mendalam jika manusia Jawa menaklukan jagad atau dunia bukan dengan jalan penguasaan atau perang tapi dengan laku mangku, momong dan melayani kehidupan demi menjaga keharmonisan dan keselarasan jagad atau dalam bahasa mereka dikenal dengan laku hamemayu hayuning bawono.
Uraian diatas adalah pengantar awal untuk memahami makna Khalifah. Khalifah adalah Sang Penganyom Jagad yang bisa memahami jika seluruh ciptaan Tuhan yang beraneka ragam bentuk dan jenisnya, sejatinya adalah wujud Tuhan yang mengejawantah karena pada hakikatnya semua perbedaan dan keanekaragaman itu adalah jalan untuk mengenal kemanunggalan wujudnya melalui laku cinta dan welas asih, dalam bahasa agama ini disebut tauhid dalam bahasa budaya kebangsaan kita hal ini terumuskan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika, dengan dasar inilah elemen masyarakat Nusantara membentuk sebuah bangsa dan nilai-nilai luhur kebangsaannya tertuang dalam Sila-Sila Pancasila yang nilai-nilainya berasal dari perjalanan sejarah dan akar budaya asli dari masyarakat Nusantara.
Dalam keyakinan masyakat Jawa berkembang mitos datangnya satriyo piningit yang akan membawa Nusantara menuju Kejayaannya dalam masa chaos dan sulit harapan ini sepertinya menjanjikan angin surga, memang kedatangan Satriyo piningit diramalkan oleh banyak tokoh winasis di Nusantara seperti Prabu Jayabaya yang terkenal dengan Jongko Boyonya ,pujangga keraton Solo R. Ngabehi Ranggawarsita dan Juga Prabu Silih Wangi di sunda, menurut saya ini adalah sasmita atau bahasa simbol, Tuhan menurut Ilmu orang jawa berkomunikasi melalui Semesta/ayat ciptaannya. Dan Manusia menangkap pesan Tuhan melalui semesta ,semesta berkomunikasi dengan manusia melalui sandi-sandi semesta atau simbol-simbol semesta ,dan tokoh winasis menuangkan karya - karyanya juga menggunakan media simbol untuk menyamarkan pengetahuan yang ada didalamnya dan meringkas pengetahuan itu agar bisa lestari dalam gerak masa terwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya sebagai kitab tanpa aksara , simbol-simbol pengetahuan itu tertuang di uborampe selametan dalam sebilah keris, gambar motif batik ,relief di dinding candi, seni tari dan pagelaran wayang serta banyak lainnya tak terkecuali dalam karya tulis mereka.
Satriyo Piningit adalah simbol Pengetahuan Ksatriya yang harus ditemukan dalam setiap pribadi, laku Ksatriya adalah laku seorang manusia yang melayani kehidupan dengan tulus ,jujur dan berani berkorban untuk kebaikan bersama atas dasar cinta dan welas asih, Jika anda adalah seorang Suami maka darma dan pengabdian ksatriyamu adalah keluarga dan masyarakatmu dan ini adalah dasar dari lelampah spiritual Jawa yang berbasis keluarga dan masyarakat sebagai pondasi dan spirit kebangsaan, pada intinya wujud pengetahuan Satriyo Piningit harus dimulai dari pematangan kualitas diri sendiri terlebih dahulu dan pembinaan generasi selanjutnya, pengetahuan yang sangat riil bukan.? iya jadi bukanlah tentang suatu sosok yang dimitoskan seperti yang diyakini oleh kebanyakan masyarakat kita, dan pada masanya nanti wujud dari pengetahuan ini akan hadir sebagai tatanan kesadaran kolektif yang akan melahirkan Era Baru.
Ibarat seorang pendongeng ,saya telah menceritakan sebuah kisah tentang sejarah dan sebuah Nilai Budaya yang mungkin baru dalam sudut pandang anda. Saya tidak hendak mendikte anda ,semua terserah pada anda, setuju atau tidak setuju, seperti layaknya dongeng andalah yang harus menarik kesimpulan sendiri dan mengambil pelajaran dari apa yang saya kisahkan, semoga bagi anda yang tertarik dengan kisah ini, bisa memperkaya wawasan anda tentang makna Khilafah dan setelah itu anda bisa bertanya dalam diri anda sendiri, lantas apa tujuan atau alasan mendirikan negara Khilafah di Nusantara yang makna dan tafsirnya saja mungkin belum kita pahami seluruhnya.
Demikian Sahabat,Semoga Bermanfaat.